Nenekku Multi Talenta



Pagi itu seperti biasa, aku bangun layaknya manusia bangun tidur. Dan aku lupa, pukul berapa semalam aku memejamkan mata, karena mataku terpejam, aku tak sempat melihat jam. Karena aku lupa, aku menghiraukannya. Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh, karena aku akan pergi ke sekolah SMA-ku. Aku berjalan melewati lantai yang bersih berwarna putih mengkilap itu, ya, itu adalah lantai rumahku. Lantai yang sangat berharga bagi rumah ini. Aku tak tahu bagaimana nasib rumah ini jika tak ada lantai itu.
Setibanya di depan pintu kamar mandi rumahku, setelah melewati jalan panjang berpetualang melewati lantai itu, aku merasakan ada orang di dalam kamar mandi. Untuk menghilangkan rasa penasaranku yang kian berkecamuk di dalam hati ini, aku bergegas mengetuk pintu kamar mandi itu. Tok ! Tok ! Tok !, Hah ?! aku kaget dan bingung, kenapa ada suara ketukan, padahal aku belum mengetuk pintu. Jantungku berdetak cepat layaknya suara nenek sedang memukul kasur saat di jemur. Dengan mata seperti manusia, aku mencermati pintu kamar mandi itu, dan aku mencoba mengetuk pintu lagi. Namun, apa yang terjadi ? suara itu muncul lagi !
Aku katakutan, sangat-sangat ketakutan, seperti berada dalam film horor Suzana. Aku menengok ke kiri dan ke kanan. Namun tiba-tiba, kepalaku melakukan gerakan senam di sekolah, satu dua, satu dua. Dua kali ke kanan, dua kali ke kiri dengan musik poco-poco mengiringi. Dan apa yang kulihat ? aku kaget, ketika melihat nenekku sedang belajar bermain sepetu roda di dapur rumah. Dia mengetuk-ngetukan sepatu rodanya ke lantai. Dia menggunakan helm dan perlengkapan keamanan yang lengkap di tubuhnya. Ternyata suara ketukan itu bersumber dari ketukan sepatu roda nenek.
“nek, kamu bikin aku kaget aja, kirain ada kuntilanak”  
“haaaaaah ? kuntilanak ? kau bilang nenekmu ini kuntilanak ? nenek lagi belajar sepatu roda nih ! besok ada pertandingan sepatu roda antar manula, rutenya mulai dari alun-alun kota nyampe banten jon” Dengan suara yang melengking nenek berkata seperti itu.
“ah nenek mah kan udah tua, tenaganya juga pasti udah abis lah” ucapku kepada nenek sambil menggibas-gibaskan handuk.
“kamu berani bilang gitu ke nenek ? biar ku kutuk kau jadi malin kundang sekarang juga !” sambil mengarahkan tangan kanan yang mengepal ke atas udara, nenekku melakukan itu layaknya seorang pejuang kemerdekaan tahun 1200 Masehi. Dan tiba-tiba suara geledek dan halilintar muncul menggelegar !!!. Dwarrr ... Dwar ... Dwar ... !!! Aku terkejut, namun, saat aku menoleh ke sebelah nenek, ternyata suara halilintar dan geledek menggelegar itu muncul dari mulut kakek. Dengan menggunakan cerobong minyak yang besar, kakek menirukan suara itu.
“ah, aku kan bukan anak nenek, mana mungkin bisa di kutuk” jawabku kepada nenek. Tapi sebenarnya sih aku takut akan kutukan itu. Aku takut badanku menjadi batu. Namun, apa yang terjadi ? aku menengok ke belakang, tujuan mataku mengarah ke ruang tengah rumahku. Aku melihat ayahku menjadi batu, seperti patung batu yang suka di pahat emang-emang di padalarang. Kutukan itu terkena pada ayahku, yang tidak lain adalah cucu dari neneknya, dan anak dari nenekku.
“ayaaaaaaaah !” sambil menangis aku melihat ayahku yang kaku menjadi batu berwarna hitam. Aku sedih tak karuan. Aku menangis, air mataku keluar banyak sekali. Air mataku membanjiri seluruh kota. aku melihat keluargaku hanyut terbawa air mataku. Tapi aku heran, kenapa aku tak hanyut ? dan saat sadar, aku sudah di tolong oleh tim p3k dekat rumah.
          Aku mencoba menghubungi nenekku, aku akan menanyakan kenapa ayahku terkutuk menjadi batu, padahal dia mengarahkan kutukan itu kepadaku. Saat ku telpon nenekku,
Tuuut ... Tuuut ... Tuuut ... lalu nenek mengangkat telponku.
“halo nek, halooo”
“ya ada apa jon ?”
“kenapa kamu mengutuk ayah menjadi batu ? hingga air mataku mengalir banyak seperti keran di WC umum dekat persimpangan rumah kita”
“maafkan aku joni, aku tak sengaja melakukan itu, sebentar, nenek lagi sibuk dulu nih, sebentar lagi lombanya di mulai” Dengan backsound the god father, nenek meminta maaf kepadaku.
“hah ? emang nenek lagi lomba apa itu ?
“lomba skate board di london sama bucky lasek, orang bandung juga ada disini loh”
“kenapa nenek tiba-tiba ada di london ?”
“aku terbawa air matamu yang mengalir banyak itu, makasih yah, nenek jadi ikut lomba, hehehe, sebentar, nenek tutup dulu telponnya, lomba mau dimulai nih jon, do’ain yah”
“ok atulah !” Jawabku kesal.
          Saking banyaknya air mataku mengalir, orang-orang datang ke rumahku. Mereka meminta air mataku untuk keperluan sehari-hari, layaknya mata air. Saking tak adanya air di daerah mereka, meraka mau saja menggunakan air mataku. Namun aku menolak memberikan air mataku ini.
“sudah, kalian pergi saja, air mata ini takan ku berikan, aku sedang di landa sedih”
“kami minta sedkit saja, kami belum mandi” dari salah satu orang diantara kerumunan itu berkata demikian.
Rumahku seperti banyak pendemo. Di depan rumah sangat ramai sekali. Saking ramainya, tukang bakso, tukang cireng, tukang sol sepatu, tukang bandros, tukang cuanki, dan tukang-tukang lainnya berdatangan. Mereka melihat keramain itu sebagai sasaran penjualan.
“a, mau pesen berapa mangkok ?” tukang mie ayam menawarkan dagangannya kepadaku.
“pesen satu mangkok mang, di bungkus ga pake gula sama krupuk, pake rujak dikit yah mang, eh ga pake kacang juga”
“oke a, tunggu yah 5 menit”
          Dan ketika itu, aku teringat kembali kepada ayah dan keluargaku yang sudah terbawa hanyut entah kemana. Aku mencari di internet, mencari di tiap sekolah, di gorong-gorong, dan di sudut kota. Namun apa daya, aku tak menemukan mereka. Aku mulai menyerah dan pasrah, dan ketika melihat jam di dinding kamarku, aku melihat jam itu menunjukan pukul 07.01 pagi, saatnya aku pergi ke sekolah.
          Aku pun bergegas pergi kesekolah dengan angkot. Setibanya di sekolah, aku melihat sekolahku porak poranda terkena banjir air mataku. Dan aku kaget, ada temanku menepuk pundakku dari belakang.
“hai joni, tangisanmu membuat seisi kota hancur seperti ini, kamu harus tanggung jawab !” teman sekelasku bernama ujang berkata demikian.
“maafkan aku, aku tak kuasa menahan tangisan, karena ayahku menjadi batu, dan tak tahu kemana hanyutnya sekarang”
“ah sabodo teuing ! kamu kudu tanggung jawab pokonamah !”
ucap ujang marah.
“apa yang harus aku lakukan atuh ? aku tak sengaja”
Tiba-tiba ujang mengeluarkan tiang bendera yang panjangnya 10 meter dari telinganya, dengan bantuan teman-temannya, ujang mengeluarkan tiang itu.
“jangan banyak bicara, ayo bertarung denganku !” dia berujar sambil mengacungkan tiang itu ke atas.
Aku kaget tak karuan, aku takut terbunuh pada hari itu. Lalu, di samping ujang berdiri lelaki berambut hitam tebal berwarna pink bertubuh kurus tinggi, dia mengeluarkan api dari tangan kanannya, seperti goku dragon ball-z melakukan kamehameha, lelaki bermata dua itu bernama utit bin ucup. Dan ketika itu aku semakin ketakutan. Aku tak mau kalah, aku tak mau mati sia-sia. Akhirnya aku mengeluarkan motor vespa bekas dari dalam kaos kakiku. Dan aku juga mengeluarkan sarung tinju muhammad ali dari situ. Sebenarnya aku tak ingin bertarung, tapi apa daya jika keadaannya seperti ini.
“jika kalian memaksa, aku akan melayani kalian !” tembalku
          Pertarungan pun akan terjadi. Semua siswa-siswi sekolah SMA-ku melihat kita akan bertarung. Aku melihat ada yang menonton sambil diam di atas genting sekolah dengan menggunakan payung stand yang besar. Dan ada juga yang menonton sambil duduk makan kacang tanah, kacang dan tanah dia makan dua-duanya. Tapi, dia bukan teman si avatar the legend of aang. Namun di kepalanya yang botak itu, terdapat gambar panah kebawah berwarna biru muda, Astaga ! jangan-jangan dia ? ah ya sudahlah skip.
“hiaaaaaaaaat ! rasakan ini !”
ujang mulai melancarkan serangnnya dengan tiang berdera itu. Ketika itu, aku meloncat ke atas genting mencoba menghindari serangan ujang. Loncatanku seperti dalam film twilight, keren kan ? pastilah !
“rasakan ini ! jurus tendangan halilipoter !” 
aku menyerang ujang dengan tendangan andalanku. Aku menendang vespa itu ke arahnya. Namun ujang pun tiba-tiba menghilang dari pandanganku saat vespa berapi itu akan menikamnya, aku kebingungan mencari dia. Aku harus waspada. Tiba-tiba ujang datang tepat di belakangku dari arah udara. Dia terbang bersayapkan kelelawar hitam !
“maaf jon, tadi aku dari WC sbentar, maaf pisan punten, kumaha da atuh ai sakit perut. rasakan ini !”
ujang mengeluarkan api dalam mulutnya. Aku melihat di samping ujang ada seseorang mengarahkan api obor ke depan mulutnya, agar ujang menyembur api itu dengan BBM bersubsidi di dalam mulutnya yang bau kecoa. Mulut ujang hitam cemong terkena asap api yang tebal. Dan aku pun mencoba menghindar lagi, ku lakukan serangan dari udara. Sambil melompat, aku berancang-ancang untuk memukul wajah ujang dengan sarung tinju muhammad ali itu.
“rasakan ini !!!”
Wadzig !!! Yes ! ujang terkena pukulanku, hingga mukanya acak-acakan seperti lotek ma edoh. Gigi dia berjatuhan. Dan tak perlu memakan waktu lama, gigi ujang berjatuhan semakin banyak, layaknya salju bulan desmber di eropa. Aku mengeluarkan payung lipatku dari dalam tas, agar gigi ujang yang berjatuhan tak mengenai badanku yang telah di imunisasi di posyandu.
“apa ?! aku takan kalah, rasakeun ieu !!!”
Dengan mulut tak bergigi dan muka menghitam efek asap api itu, ujang menyerangku lagi dengan jurus tendangan kagguru dari langit yang kian mencekam menguasai alam raya. Aku melihat di atas ujang ada sebuah heli kopter. Tiba-tiba, Astaga !!! coba tebak apa yang ku lihat ??? aku melihat nenekku keluar dari heli kopter itu, dan meloncat ke atas genting sekolah. Dia melakukan parkour. Meloncat-loncat di area sekolahku. Dia menggunakan baju loreng khas tentara.
“hai anak muda yang tua ! jangan kau ganggu cucuku” ucap nenekku dengan logat Rhoma Irama.
Lalu dia mengutuk semua yang menyerangku menjadi batu, dan mengirimnya sendiri ke padalarang dekat tebing citatah. Nenekku menjual mereka sebagai hiasan batu untuk kerajaan pada zaman itu.
“nenek terima kasih, aku ga tau kalo ga ada nenek, apa aku masih hidup atau engga”
“ia sama-sama, mari kita cari ayahmu jon” ucap nenek kepadaku
Singkat cerita, setelah bertahun-tahun lamanya, aku menemukan ayahku di pinggiran sungai amazon. Dia sudah menjadi manusia kembali, tubuhnya tak terurus. Ramburnya berantakan, jenggotnya panjang. Dia melamun menyendiri.
“ayah ! mari kita pulang, keluarga di rumah sudah menunggumu ayah”
“joniiiiii ! aku sangat merindukan kalian, selama dua abad ayah tersesat disini”
          Aku, nenek dan ayah bergegas pulang ke rumahku di sukabumi. Setibanya disana, aku melihat ibu dan adikku minah sudah pulang kembali. Mereka tersesat tak jauh dari rumah. Kita berkumpul pada senja itu. Rasa damai menyelimuti kita bersama. Ibu menyuguhkan teh hangat dan biskuit untuk kita nikmati. Dan tiba-tiba terdengar sura halilintar dan geledeg menggelegar sangat keras.
“ibu, kayanya mau hujan nih”
“ia, tapi ibu udah ambil pakain yang di jemur di belakang ko tadi”
“oh ya kalo begitu mah atuh, tadinya aku mau ngambil pakain itu, bisi kahujanan”
          Tiba-tiba, tak tahu mengapa aku ingin kencing, aku bergegas ke kamar mandi. Pintu kamar mandi itu tertutup rapat, sepertinya ada orang di dalamnya, aku mencoba mengetuk. Tok Tok Tok ! suara ketukan tanganku.
“ada orang di dalam sana ?”
saat aku bersaut, tak ada yang menjawab. Aku coba buka saja pintu kamar mandi itu. Dan apa yang kulihat ?! Waw ! aku melihat kakekku berteriak seperti suara halilintar dan geledek dari kamar mandi itu, dia menggunakan speaker besar sekali, persis sound system di konser DWP, Dangdut Warung Pantura. Aku sekarang tahu, suara gemuruh itu muncul dari mulut kakek yang seksi berlipstik merah muda. Mungkin dia sedang belajar beat box.
          Pada saat itu, aku mendapatkan pelajaran, bahwa kita jangan meledek orang tua, karena nanti bisa bertemu avatar. Dan kita harus menggunakan tiang bendera sebagai mana mestinya, yaitu untuk tiang bendera itu sendiri, dan jangan di pakai untuk kekerasan. Apa lagi kelembutan, letoi ! bingung kan ? pikir saja lah sendiri, aku juga bingung ko. Dan juga pada saat itu, aku semakin menyayangi keluargaku. Sekarang aku tahu, bahwa nenekku multi talenta. Dan sepertinya aku lupa mengambil mie ayam pesananku tadi, dan tak tahu keadaan kakek saat banjir. Ya sudahlah, cerita sudah selesai.

~TAMAT~
Previous
Next Post »
Thanks for your comment