“Hei, rasanya Aku mau pindah Negara aja
deh”
“Apa sih Indonesia, Negara ini banyak
masalah, pemimpinnya banyak yang korupsi, Aku benci negara ini, penat !!!”
“Halah, Indonesia, negara apa ini, negara
kacau !!!”
“Indonesia adalah negara dengan seribu
kesalahan”
“Aku tak percaya pemerintah, mereka kaum
Jahiliyah”
Mungkin, itulah
yang pernah kalian dengar ketika seseorang merasa jengkel, kesal, kecewa
terhadap Negara “kita” ini, Indonesia. Dan di luar sana, masih banyak
orang-orang yang lebih ekstrem melontarkan “ucapan-ucapan” seperti itu, kalian
pasti pernah mendengarnya.
Kenapa, banyak
orang sering dan mudah berucap seperti itu ? seandainya, Ibu Pertiwi ini
mempunyai bibir, mungkin dia akan menangis tersedu-sedu, karena kalian telah
mendo’akannya, dengan Do’a yang mencaci, ya, seperti ucapan-ucapan memaki itu,
coba renungkan Hadits ini :
"Sesungguhnya Allah berfirman : "Aku sebagaimana
prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa
kepada-Ku." (HR.Turmidzi)
“Dari Abu Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulullah saw. : Allah
berfirman : “Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia
mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam
diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan
mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia
mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta;
jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku
sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya
dengan berlari” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari
Hadits itu, kita tahu, bahwa perasangka Allah itu, sama dengan perasangka
hambanya. Pleas, berhentilah mengolok-olok Negara ini, bagaimana pun buruknya,
ini tetap Negara kita toh ? ingat, ucapan adalah Do’a, selalu ingatlah itu,
sadarlah, ketika ucapan yang mengolok-olok Negara sendiri, itu sama saja
mendo’akan negara ini, ya, renungkan lah kembali Hadits di atas.
Memang,
negara kita sering di hadapkan dengan masalah internal yang tak kunjung selesai
menemukan ekor permasalahannya, malah selalu bertambah setiap tahunnya. Tapi,
kita jangan asal mengolok-olok negara ini, apa salah indonesia ? apa sih salah
Ibu Pertiwi ? jangan lah kalian mengolok-olok pejabat, sama saja kalian
mendo’akan mereka seperti apa yang kalian ucapkan, ya, memang, banyak kasus
pejabat menyalahgunakan kekuasaannya, hanya untuk hawa nafsu mereka belaka,
tapi, dari pada kita menjelek-jelekan mereka, yang berujung menimbulkan asusmsi
masyarakat, bahwa Indonesia ini negera antah berantah, negara kacau, negara
miskin, yang berujung alotnya kepedulian dan kebanggaan terhadap bangsa, dan
juga timbulnya rasa terlalu cinta terhadap Negara lain.
Cobalah,
berikan solusi untuk Negara ini, jangan terlalu over sibuk mengkritik dan
memaki, agar Negara kita bisa mencapai cita-cita luhurnya. Jika kita flashback ke
zaman negara kita, saat menjadi korban kolonialisme Negara Barat, para Pahlawan
kita begitu ikhlas berjuang demi hidup kita sekarang, agar lebih tenang, dan
tidak menjadi budak Negara lain.
Kita
bisa teladani mereka, salah satu Pejuang Negara kita, yaitu Jenderal Besar
Soedirman, seorang yang tak hanya tangguh dan cerdas di medan pertempuran, tetapi
dia juga seorang jenderal yang shaleh. Ketika itu, Belanda melancarkan Agresi
Militer II, Pada tanggal 19 Desember 1948, untuk menduduki Yogyakarta. Jenderal Soedirman, beserta kelompok
tentaranya, dan juga Dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan,
selama tujuh bulan lamanya, mereka melakukan perlawanan gerilya.
Saat
peperangan itu berlangsung, ia hanya memiliki satu paru-paru, beliau memiliki
penyakit tuberkolosis, karena saat peperangan sebelumnya, ia terkena infeksi,
paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948. Namun, dengan ikhlas, ketangguhan
dan kecerdasan serta keshalehan beliau, dia sanggup melawan penjajah waktu itu,
walau hanya dengan satu paru-paru. Beliau sering di tandu naik turun gunung,
karena penyakit yang ia rasakan, ia merasakan panasnya terik matahari,
dinginnya hujan, dan gelapnya malam, ketika di medan perang. Tak lain, hanya
untuk menentukan nasib bangsa ini, nasib kita sekarang.
Jenderal
yang pernah aktif dalam program kepanduan Hizbul Wathan, salah satu Ortom
Muhammadiyah, serta pernah aktif pula dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya,
seperti pernah menjadi guru dan kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah, pernah
juga menjadi Pemimpin Organisai Pemuda Muhammadiayah, pada tahun 1937.
Di
setiap pertempuran, dia selalu mengingat Tuhan, tak luput dari hatinya untuk
selalu mengingat Allah. Dia, berpersangka baik pada Tuhan, dengan cita-cita
mulia, agar negara ini merdeka. Dia selalu berdoa, agar negara ini lepas dari
jeratan Kolonial Barat. Begitu mulia perjuangannya, selalu berperasangka baik
pada Tuhannya. Hingga pada akhirnya, Belanda menarik diri, lalu Jenderal
Soedirman dipanggil untuk kembali ke Yogyakarta, pada bulan Juli 1949.
Meskipun
beliau ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang
oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh. Ia pensiun, dan
pindah ke Magelang. Dan
tiba pada suatu masa, kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui
kemerdekaan Indonesia, tanggal 29 Januari 1950,
di umur yang masih sangat muda, Jenderal shaleh itu wafat pada umur 34 tahun.
Kematian
beliau, menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang
dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara
pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan
gerilyanya ditetapkan sebagai sarana pengembangan esprit the corps untuk tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang
100-kilometre (62 mi) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi
Militer.
Sungguh mulia
sosok beliau, tangguh, pemberani, shaleh, dan juga cerdas. Beliau rela
berperang meninggalkan keluarganya, walaupun hanya dengan satu paru-paru,
beliau percaya, bahwa Allah, akan menolong bangsa ini, jika kita, sebagai warga
negara berjuang dan selalu berperasangka baik padaNya.
Dari kisah
Jenderal Besar Soedirman itu, kita dapat memetik pelajaran, bahwa, negara ini
akan maju, jika kita bersama-sama saling bahu-membahu membangun negara, berdoa
selalu kepada Tuhan, dan selalu berusaha berbuat terbaik untuk Bangsa dan
Negara ini. Allah pasti akan mengabulkan permintaan baik kita, jadi,
berperasangka baiklah pada negara ini, berlomba-lombalah dalam kebaikan, Fastabikul
Khairat ! bangunlah Modal Sosial yang baik, timbulkanlah rasa
kepercayaan, pengertian, dan kepedulian terhadap sesama. Mari, bersama kita
lengkapi cita-cita luhur pendiri Negara ini. Semoga Allah mempermudah
perjuangan kita, Amien.
Oleh : Zulkifli Fajri Ramadan
ConversionConversion EmoticonEmoticon