Kisah Keluarga Kecil di Timur Bumi

Sudah lama sejak kejadian itu terjadi, aku semakin peka akan sesuatu yang sama. Saat itu aku berumur sekitar lima tahun. Aku ingat, saat itu aku sedang berjalan mencari makan di tengah kota. Aku telusuri kota yang berantakan dengan puing-puing reruntuhan  gedung yang terkena ledakan. Telingaku peka. Saat itu aku mendengar bisingnya suara senjata api saling bersahutan satu sama lain. Saat ini, aku berusia 22 tahun. Saat aku menulis catatan ini, cuaca sore sedang berlangsung. Tak lupa ditemani segelas kopi hangat yang nikmat.

Aku sekarang melanjutkan sekolah di salah satu perguruan tinggi swasta di negaraku. Walaupun aku mengalami cacat fisik, kaki kananku patah, diamputasi, dikarenakan saat itu aku tertembak oleh salah seorang tentara. Ibuku meninggal dua bulan setelah itu. Aku sangat sedih. Namun, ayahku sangatlah tegar menghadapi itu. Tak tahan tangisku, ketika suara ambulans mengisi seluruh telingaku. Yang di dalamnya membawa jenazah ibuku tercinta. Aku ingat, walaupun umurku lima tahun, aku tak memperlihatkan air mataku. Walaupun saat itu banyak sekali air mata yang ku bendung di balik kelopak mataku. Sangat banyak yang ingin keluar.

Saat ambulans datang dan diam tepat di depan rumahku, ayah dan saudara-saudaraku bergegas menghampiri mobil yang membawa jenazah ibuku itu. Aku tak ikut bergegas dengan mereka. Aku hanya berlutut di tengah ruang tamu rumah. Aku ingat, saat itu aku sedang memegang komik kesukaanku. Sudah dulu yah. Ibuku hidup lagi. daaah !!!

Share :

Tweet

More

Related Post